Langkah Pemerintah Kota (Pemko) Lhokseumawe dan Dewan Perwakilan Rayat
Kota (DPRK) setempat yang berani menjatah klub sepakbola PSLS
Lhokseumawe sebesar Rp4 miliar di Angggaran Pendapatan Belanja Kota
(APBK) 2013, jelas menabrak aturan.
Pasalnya, Permendagri Nomor 37 Nomor 2012 tentang pedoman penyusunan
APBD 2013, sudah secara tegas menyebut larangan APBD mengalokasikan
anggaran untuk cabang olah raga profesional.
Konsekuensinya, pihak Pemko dan dewan setempat, nantinya harus
berhadapan dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) saat lembaga tersebut
memeriksa laporan keuangan Pemko Lhokseumawe.
"Itu jelas-jelas dilarang. Konsekuensinya, nanti pasti menjadi temuan
BPK," ujar Juru Bicara Kemendagri, Reydonnyzar Moenek
kemarin (12/3).
Saat melakukan audit, BPK akan menyisir setiap pengeluaran di APBD,
sembari melihat dasar hukum pengalokasian dana tersebut. Jika aturannya
melarang tapi tetap ada penganggaran, maka akan menjadi temuan
pemeriksaan.
Konsekuensinya, tindak pidana atau pelanggaran administrasi? Donny-
panggilan akrabnya-tidak menjawab tegas karena itu ranahnya BPK. "Itu ya
nanti tergantung bagaimana BPK mengeluarkan rekomendasi hasil
pemeriksaan," ujar Donny yang saat ini juga merangkap staf ahli mendagri
bidang politik, hukum, dan hubungan antarlembaga itu.
Menurut pakar pengelolaan keuangan daerah itu, dalam kasus di
Lhokseumawe ini, kesalahan berlapis-lapis. Sudah salah dengan
menganggarkan APBK untuk klub sepakbola profesional, dananya pun
dikelola Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).
Menurut Donny, Dispora dilarang melakukan pembinaan ke klub olah raga
profesional. "Dinas hanya boleh melakukan pembinaan cabang olah raga non
profesional. Itu pun pembinaannya hanya boleh dalam bentuk program dan
kegiatan," ujar Donny.
Bab V pasal 25 Permendagri Nomor 37 Nomor 2012 menyebutkan, "Pendanaan
untuk organisasi cabang olahraga profesional tidak dianggarkan dalam
APBD karena menjadi tanggung jawab induk organisasi cabang olahraga
dan/atau organisasi olahraga profesional yang bersangkutan. Hal ini
sejalan dengan amanat Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional, bahwa pembinaan dan pengembangan
olahraga profesional dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga
dan/atau organisasi olahraga profesional. Selanjutnya dalam Pasal 1
angka 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005, didefinisikan bahwa cabang
olahraga profesional adalah olahraga yang dilakukan untuk memperoleh
pendapatan dalam bentuk uang atau bentuk lain yang didasarkan atas
kemahiran berolahraga."
Seperti diketahui, PSLS Lhokseumawe merupakan klub profesional, yang masuk dalam Liga Prima Indonesia (LPI).
Aturan mengenai larangan tersebut, sebelumnya juga sudah dituangkan di
Permendagri Nomor 22 Tahun 2011 tentang pedoman penyusunan APBD 2012.
Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Yuswandi A Tumenggung pernah
menjelaskan, sesuai Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, hibah APBD hanya
diperbolehkan ke KONI di daerah. KONI pula yang berhak menyalurkan ke
organisasi cabang olah raga, tidak hanya ke klub sepakbola.
Yuswandi menjelaskan, klub sepakbola mestinya bisa mencari dana secara
mandiri, tanpa harus mendapat bantuan dari APBD. "Kalau sudah
profesional, ya ada dana dari mana-mana. Kita minta daerah agar
mengalokasikan dana hibah itu ke KONI (bukan langsung ke klub, red),"
ulasnya.
Sebelumnya, Ketua KONI Kota Lhokseumawe, T Anwar Hiava dengan tegas
menyatakan kalau KONI Kota Lhokseumawe tidak lagi mengelola anggaran
sendiri dan kini telah dialihkan ke Dispora.
“Sekarang semua dana tidak lagi KONi yang mengelola. Semuanya sudah
dialihkan ke Dispora,” ujarnya, kepada koran ini, beberapa hari lalu. (sy)