--Empat Anggota Komite Eksekutif PSSI yang telah dipulihkan statusnya
oleh AFC/FIFA dipastikan tidak akan menghadiri undangan yang dikirimkanbos mafia Djohar Arifin, dalam rapat Komite Eksekutif, pada Senin (28/1/2013)
mendatang, bila materi rapat tersebut tidak sesuai dengan isi MoU Kuala
Lumpur sebagai bagian dari penyelesaian kemelut dualisme organisasi
sepakbola di Indonesia.
Penegasan itu disampaikan salah satu
dari empat anggota Komite Eksekutif, Erwin Dwi Budiawan, setelah
dirinya berkoordinasi dengan tiga anggota Komite Eksekutif lainnya,
yakni La Nyalla Mahmud Mattalitti, Tonny Aprilani, dan Robertho Rouw.
“Saya sudah koordinasi dengan Pak La Nyalla dan anggota exco lainnya,
sepertinya kami sepakat tidak datang jika agenda rapat tersebut tidak
sesuai isi MoU Kuala Lumpur,” kata Erwin melalui rilisnya yang dilansir
PSSI hasil KLB Ancol, Selasa (22/1/2013) malam yang diterima.
Dikatakan Erwin, kembalinya empat exco dilakukan semata karena
menghormati roadmap FIFA/AFC yang sudah dituangkan dalam MoU Kuala
Lumpur tersebut. Sekaligus sebagai upaya serius dari pihak PSSI Ancol
dalam menghindarkan Indonesia dari sanksi FIFA. “Sudah jelas dikatakan
Presiden AFC Zhiang Jilong saat ke Indonesia, satu saja dari empat butir
isi MoU tidak diterapkan, Indonesia bakal kena sanksi. Jadi kami
menghormati itu. Tetapi PSSI Djohar sepertinya tidak punya niat untuk
menyelamatkan Indonesia dari sanksi FIFA,” tukasnya.
Buktinya,
tambah Erwin, dalam undangan rapat Komite Eksekutif PSSI, tertera enam
agenda, yang sama sekali menyimpang dari isi MoU Kuala Lumpur. Bahkan
disebutkan dalam satu butir agenda, pembentukan tim revisi statuta
sesuai amanat KLB Palangkaraya. “Bagaimana mungkin KLB Palangkaraya
disebut sebagai konsideran, padahal dalam surat FIFA tertanggal 18
Desember 2012, Indonesia tetap harus melaksanakan Kongres biasa dengan
voter Solo. Yang artinya, KLB Palangkaraya tidak di-recognized oleh
FIFA,” paparnya.
Undang Pihak Ketiga
Seharusnya, agenda rapat exco kali ini harus sejalan dengan upaya
penyelesaian dualisme organisasi sepakbola di Indonesia. Dengan cara
fokus dengan empat butir roadmap FIFA yang sudah diingatkan FIFA melalui
surat tanggal 18 Desember 2012. Jadi, lanjut Erwin, PSSI harus mengubah
dulu agenda rapat mereka itu. Dengan membahas empat pokok bahasan saja,
sesuai isi MoU.
“Dan rapat komite eksekutif Senin pekan depan
itu harus mengundang Ketua KOI Ibu Rita Subowo, sebagai ketua task force
Indonesia yang ditunjuk AFC sebagai badan ad-hoc yang bertugas
memastikan isi MoU dijalankan dengan benar. Juga harus mengundang BOPI
dan unsur dari Kemenpora. Itu boleh di statuta PSSI tentang rapat komite
eksekutif dimungkinkan untuk menghadirkan pihak luar. Apalagi ini dalam
situasi dispute akibat dualisme organisasi. Sehingga harus ada kemauan
untuk menyelesaikan dan menghindarkan Indonesia dari suspension,” urai
pria asal Kalimantan Timur itu.
Perlu diingat, tambah Erwin,
PSSI Djohar jangan merasa sebagai satu-satunya pihak yang memiliki
yurisdiksi sepakbola di Indonesia. Djohar harus sadar bahwa secara de
facto terdapat PSSI hasil KLB Ancol yang juga menjalankan roda
organisasi dan memiliki anggota yang jauh lebih besar ketimbang PSSI
Djohar. “Fakta ini harus dilihat. Karena itulah, FIFA melahirkan MoU
Kuala Lumpur sebagai upaya penyelesaian dualisme organisasi. Jadi jangan
merasa sebagai satu-satunya pihak. Kalau mau sadar, PSSI Djohar kan
sudah lost credibility sejak dimosi oleh anggota PSSI pada 18 Desember
2011 lalu,” ungkapnya.
Ditambahkan Erwin, ketidakhadiran empat
eanggota komite eksekutif dalam rapat Senin mendatang bukan berarti
empat exco tersebut tidak kembali ke PSSI. Karena pemulihan status dan
pengembalian empat exco ke PSSI itu sudah terjadi sejak tanggal 7 Juni
2012, saat MoU ditandatangani Djohar Arifin dan La Nyalla di Kuala
Lumpur. "Kami hanya tidak datang rapat, jika agendanya tidak sesuai
dengan MoU. Ubah dulu agendanya. Baru kami datang," pungkasnya. [air]