
PSSI pimpinan Djohar Arifin Husin terbukti jadi biang kisruh cabang sepakbola PON XVIII-2012. Sadar dirinya tersudut, Djohar pun pilih ngacir.
Kacaunya pelaksanaan hari pertama cabor sepakbola PON XVIII-2012, Kamis (6/9), terbukti karena ulah Djohar dkk. Shaleh Ismail Mukadar, Deputi Bidang Kompetisi PSSI pimpinan Djohar, jadi aktor utama di lapangan.
Tiga laga dikacaukan mereka. Duel tim PON Jambi kontra Sulawesi Tenggara jadi korban pertama. Laga yang pertemukan tim PON Jawa Barat dengan Jawa Timur jadi korban ke-2. Korban ke-3 adalah laga tim PON Kalimantan Timur versus Jawa Tengah.
Pada kasus pertama, Jambi versus Sultra, Shaleh disebut inspektur wasit Mulyana sebagai pihak yang memerintahkan agar perangkat pertandingan tak menggelar laga itu. Maklum, tim PON Jambi yang tampil di multievent 4 tahunan berskala nasional itu asal Pengprov pimpinan Bujang Nasril yang dibekukan Djohar.
Tim PON Jambi dari Pengprov Bujang berhak tampil di PON XVIII-2012 karena mereka menang pada sidang kasus dualisme dengan caretaker Pengprov Jambi bentukan Djohar yang dipimpin Hadiyandra. Kemenangan itu diputuskan Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) di bawah supervisi KONI Pusat.
Pada kasus ke-2, PSSI pimpinan Djohar memaksakan tim PON Jabar dari caretaker Pengprov Bambang 'Suko' Sukowiyono yang sudah dinyatakan BAORI tidak sah, tampil melawan tim PON Jatim. Sebetulnya, tim PON Jabar dari Pengprov pimpinan Tonny Apriliani yang sah dan berhak tampil.
Pada kasus ke-3, Shaleh memboikot duel tim PON Kaltim kontra Jateng agar tidak digelar. Mereka menganggap Kaltim tidak layak tampil di PON XVIII. Sebaliknya, mereka mendukung tim PON Kalimantan Selatan yang dinyatakan kalah WO pada laga playoff melawan Kaltim sebagai tim yang berhak main di PON XVIII-2012.
Semua aksi liar Shaleh yang merusak hajat PON XVIII-2012 itu akhirnya terkuak. Shaleh sebagai representatif Djohar kini jadi musuh bersama para kontestan PON XVIII-2012 yang berpijak pada regulasi.
Semua kini tahu siapa dalang di balik kekisruhan itu. Dalam posisi tersudut seperti itu, bukannya memperbaiki sikap dan situasi, Djohar dkk malah ngacir. Mereka lepas tangan.
Mereka malah menarik semua perangkat pertandingan yang bertugas di PON XVIII-2012. Itu ditegaskan dalam surat bernomor 2472/UDN/1130/IX-12 yang ditandatangani plt Sekjen Hadiyandra.
Dalam surat tertanggal 7 September 2012 itu mereka menyatakan menarik semua perangkat pertandingan yang ditugaskan untuk mensukseskan PON XVIII-2012. Mereka juga menyatakan tak mau bertanggung jawab dengan proses dan hasil cabor sepakbola PON XVIII-2012.
Tentu, sikap itu justru makin memperjelas Djohar dkk tidak punya niat membangun iklim olahraga yang kondusif, khsusnya sepakbola Indonesia.
Bahkan, bisa diartikan sikap Djohar dkk sebagai aksi boikot resmi mereka terhadap ajang yang digelar KONI selaku induk semua organisasi olahraga di Tanah Air dan berorientasi pada pembinaan atlet daerah maupun nasional.
Meski begitu, PB PON tak gusar. Merujuk pada kekacauan 3 laga itu, mereka spontan menyiapkan antisipasi: menggandeng perangkat pertandingan yang biasa memimpin laga Indonesia Super League (ISL) yang berada di bawah naungan PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti.
"Kami tidak mau memposisikan diri berada di salah 1 pihak. Kami, panitia PON, bertugas memastikan kegiatan kami berjalan baik. Untuk itu, kami menyiapkan antisipasinya dengan menghadirkan 40 perangkat pertandingan yang biasa memimpin laga-laga ISL," tegas Satar Thaher, ketua panpel cabor sepakbola PON XVIII-2012.
ksb/01