Perjalanan Andik Vermansyah bersama DC United baru saja diawali pekan ini. Selama dua pekan dia bakal merasakan bagaimana iklim sepakbola di Negeri Paman Sam yang terus berupaya meningkatkan kualitasnya agar sejajar dengan sepakbola Eropa.
Masih jauh untuk berharap pemain berusia 20 tahun ini memikat hati Manajer DC United Ben Olsen. Andik harus bersaing dengan pemain dari benua lain, sekaligus pemain dari akademi DC United. Banyak kelemahan yang harus dibenahi selama di Amerika.
Informasi yang dihimpun dari Washington DC, dari aspek kemampuan individu Andik sudah cukup memuaskan jika diukur dari 45 menit penampilannya kala DC dikalahkan Montreal Impact 0-2. Namun Andik juga tidak lepas dari kelemahan di hari-hari pertamanya bersama DC.
Dari sisi teknis, staf pelatih DC United melihat Andik masih lemah dalam membantu pertahanan timnya. Sebagai gelandang, dia seharusnya juga bisa turun membantu pertahanan ketika timnya tertekan. Ini belum dilakukan dengan baik oleh pemain kelahiran Surabaya ini.
Ini masih bisa dimaklumi, sebab kala bermain untuk Persebaya Surabaya maupun timnas Indonesia, Andik lebih difungsikan sebagai striker walau kemampuan aslinya adalah gelandang serang. Itu membuatnya terbiasa tak terlalu menekankan kemampuan bertahan.
Kelemahan dari aspek non-teknis adalah tinggi badan yang jauh lebih kecil dibanding 'pemain bule'. Ini membuatnya kesulitan berurusan dengan bola atas. Faktor postur inilah yang menjadi kendala utama Andik untuk bisa bermain di kompetisi MLS.
Manajer Persebaya Surabaya Saleh Hanifah, sebagai pemain Andik pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan sendiri. Dia meminta pemainnya itu tak terlalu risau dengan kelemahan yang dimiliki, terutama postur yang memang kelewat mungil jika berdiri bersama pemain dari Eropa atau Amerika.
"Andik pemain yang cerdas dan pastinya bisa menyiasati semua kelemahan yang dimilikinya. Satu yang harus diingat, kita semua tidak bisa menuntut di luar kemampuannya. Kita hanya bisa berharap Andik mendapatkan sesuatu yang berharga selama berlatih bersama DC United," ungkap Saleh Hanifah, Kamis (13/9/2012).
Saleh sendiri belum berpikir apakah Andik layak bermain di kompetisi sekelas MLS atau tidak. Sebab dia lebih mengutamakan pengalaman yang diperoleh Andik selama berada di Washington. Sebagai pemain yang belum pernah mencicipi kompetisi selain di Indonesia, pengalaman itu sudah sangat luar biasa.
"Ingat bahwa Andik masih berusia 20 tahun dan masih berada di awal kariernya sebagai pemain profesional. Betapa berharganya mendapatkan kesempatan berlatih di DC United, terutama untuk perkembangannya sebagai pemain sepakbola masa depan. Tak semua pemain mendapatkan kesempatan seperti itu," ulas Saleh.
Apa pun hasilnya nanti, keterlibatan Andik di DC United menurut Saleh tetap memberikan dampak positif bagi pemain asli produk Persebaya itu. "Andik harus menikmatinya. Belajar banyak dan berusaha mempelajari apa kekurangannya selama ini. Saya yakin setelah kembali ke Indonesia, dia bakal menjadi pemain yang berbeda," tandas Saleh.
Biasanya, berdasar pengalaman pemain-pemain Indonesia yang mencicipi kesempatan di luar negeri, aspek sosial menjadi terkendala sendiri. Gaya hidup, makanan, iklim, dan sejumlah aspek harus ditaklukkan jika tidak ingin home sick atau 'kangen nasi'.