FIFA telah memberikan kesempatan terakhir kepada PSSI untuk menggelar Kongres Pemilihan paling lambat 30 Juni 2011. Bila gagal, Indonesia secara otomatis akan dijatuhi sanksi pembekuan pada 1 Juli 2011.
Ancaman sanksi FIFA tersebut ternyata dipandang sebelah mata oleh Wisnu. Saat dihubungi , Selasa, 31 Mei 2011, Wisnu mengatakan skorsing FIFA tidak akan memberatkan karena Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain yang sudah terkena sanksi.
"FIFA itu profesional, tidak perlu terlalu takut. Seperti orang mau dibunuh saja. Di luar (negeri) sana bahkan sampai ada peluru," kata Wisnu. "Kita bisa tuntut balik jika Indonesia dihukum berat," lanjut ketua umum Persebaya tersebut.
Publik sepakbola Indonesia sempat was-was Indonesia bakal terkena sanksi dari FIFA. Pemicunya adalah gagalnya Kongres PSSI yang digelar di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Jumat, 20 Mei lalu. Kongres deadlock setelah Kelompok 78 memaksakan pencalonan pasangan Arifin Panigoro dan George Toisutta.
Ini merupakan kegagalan kedua bagi PSSI menggelar Kongres pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Anggota Exco periode 2011-2015. Sebelumnya, kepengurusan Nurdin Halid juga gagal menggelar Kongres di Riau, 26 Maret 2011.
Tak ingin sepakbola Indonesia mendapat sanksi dari FIFA, Ketua Komite Normalisasi, Agum Gumelar, bertolak ke Zurich, Swiss. Dia terbang dengan membawa data lengkap mengenai situasi Kongres dan aspirasi masyarakat, pemerintah, dan elemen suporter Indonesia yang tak menginginkan sanksi FIFA.
Di markas FIFA, Agum bertemu Direktur Keanggotaan dan Pengembangan Asosiasi FIFA, Thierry Regenass yang menjadi wakil FIFA pada Kongres PSSI, 20 Mei lalu. Regenass lalu merekomendasikan hasil perbincangannya dengan Agum Gumelar kepada rapat Exco FIFA, Senin, 30 Mei 2011.