
Direktur Media PSIM, Ajiek Tarmidzi mengungkapkan, iklim
sepakbola DIY tidak cukup kondusif di mata calon sponsor. Sebab, di
daerah ini terdapat tiga klub besar yang bermain di dua level kompetisi
berbeda. Persiba Bantul di IPL, PSS dan PSIM di kompetisi kasta kedua.
Kondisi
ini membuat dukungan publik Kota Pendidikan terpecah tiga. Perpecahan
ini pun kerap menimbulkan gesekan yang sulit dihindarkan. Melalui merger
diharapkan persoalan ini dapat teratasi. "Kami ingin sepakbola DIY
kondusif di mata sponsor," kata Ajiek, Minggu (23/9/2012).
Menurut
Ajiek, Elang Jawa, julukan PSS menjadi pilihan paling realistis untuk
merger. Sebab, mengajak Persiba akan sulit terealisasi karena kasta yang
berbeda. Di sisi lain, PSIM dan PSS menghadapi problem yang sama yaitu
kesulitan finansial.
"PSIM dan PSS berada di kasta yang sama,
Divisi Utama. Walau pun PSS versi PT LPIS sementara PSIM ikut PT LI.
Tapi untuk merger tetap terbuka. Sedangkan dengan Persiba sepertinya
sulit. Kita tidak yakin mereka yang sudah di kasta teratas mau gabung,"
tegasnya.
Dia menambahkan, menggabungkan dua tim dengan basis
pendukung fanatik tidak akan mudah dilakukan. Namun dengan dukungan
komitmen semua pihak, dia yakin tidak ada yang mustahil. "Wacana ini
sudah disampaikan kepada sesepuh kedua klub, dan sambutan mereka cukup
positif," tambahnya.
Anggota Dewan Pembina PSIM Tri Agus Heryono
mendukung wacana ini. Menurut dia, pengesahan UU Keistimewaan DIY
menjadi momentum bagus untuk menyatukan klub sepakbola di daerah ini.
"Setelah
keistimewaan DIY tak dapat diganggu gugat, sepakbola daerah ini pun
juga harus istimewa. Tidak perlu Ada nama baru. Cukup asal-usul PSIM
sebagai representasi sepakbola DIY dikembalikan. Lagipula dulu PSS,
Persiba kan anggota PSIM," pungkasnya.
(wbs)