Serangan demi serangan terhadap salah satu calon Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, makin kencang. Beberapa kasus korupsi yang menyeret nama Nurdin, kembali menjadi sorotan, diantaranya kasus cek perjalanan terkait pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 lalu. Nama Nurdin Halid disebut-sebut ikut menerima aliran dana cek perjalanan senilai Rp 500 juta.
Hal itu terungkap dalam persidangan terpidana kasus yang sama, Hamka Yandhu pada 27 April 2010 silam. Namun, Nurdin tidak masuk dalam daftar 25 tersangka baru yang telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terkait hal tersebut, lembaga antikorupsi tersebut akan menelusuri keterlibatan politikus Golkar tersebut. "Kita akan tindak lanjuti. Kalau memang terbukti ada keterlibatan, kita akan telusuri. Tapi sampai hari ini, kita belum dapat informasi yang lengkap tentang itu (Nurdin menerima Rp 500 juta)," papar Juru Bicara KPK Johan Budi SP, ketika dihubungi koran ini, kemarin (13/2).
Selain disebut dalam persidangan, Nurdin ternyata juga pernah menjalani pemeriksaan di KPK pada 12 Oktober 2009, sebelum kasus Hamka Yandhu disidangkan. Kala itu, Nurdin dimintai keterangan sebagai saksi untuk Hamka Yandhu. Adanya pemeriksaan tersebut, semakin menguatkan indikasi keterlibatan Nurdin, meski dirinya membantah telah menerima aliran dana dari Hamka.
Terkait pemeriksaan tersebut, KPK akan kembali membuka berkas pemeriksaan Nurdin pada 2009 lalu. "Kita akan cek lagi (berkas pemeriksaan), termasuk kita juga cek lagi sejauh mana informasi yang disampaikan Hamka di pengadilan Tipikor soal Nurdin," tambah Johan.
Di bagian lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti dugaan keterlibatan Nurdin, terkait pengakuan Hamka Yandhu. "Dalam persidangan kasus cek perjalanan di Pengadilan Tipikor, terdakwa Hamka Yandhu sempat mengatakan pernah menyetor uang cash Rp 500 juta ke Nurdin Halid. Tapi sekarang hilang begitu, saja. Nurdin juga tidak masuk dalam list para tersangka baru kasus tersebut. Pengakuan Hamka Yandhu harus ditindaklanjuti," papar Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, ketika dihubungi Jawa Pos.
Dia menambahkan, Nurdin juga pernah diperiksa KPK terkait kasus cek perjalanan tersebut. Karena itu, Emerson menyatakan KPK harus segera mengusut keterlibatan mantan anggota dewan tersebut. "Nurdin pernah diperiksa oleh KPK. Tapi yang mengherankan, kenapa sekarang hilang begitu juga,"imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, pada persidangan kasus cek perjalanan tersebut pada 27 April 2010 lalu, terdakwa Hamka Yandhu menyebutkan adanya aliran dana terhadap tiga pihak, yakni Mantan Menperin MS Hidayat, Nurdin Halid dan Abdullah Zaini.
Menurut keterangan Hamka, ketiga pihak tersebut meminta jatah mereka dibayar dengan uang tunai, bukan dalam bentuk cek perjalanan seperti yang diberikan Hamka kepada 11 anggota komisi IX fraksi Partai Golkar lainnya. Sebelumnya, ketiga nama tersebut tidak disebut dalam dakwaan Hamka.
Hal itu terungkap ketika Jaksa Penunut Umum (JPU) Siswanto menanyakan kepada Hamka, apakah dirinya memberikan jatah cek perjalanan sebanyak masing-masing sepuluh lembar kepada Abdullah Zaini dan Nurdin Halid. Hamka pun menjawab, "Ya, itu jatah yang ditukar dengan cash. Dia mintanya cash, jadi saya tukarkan dulu. Begitu juga dengan Nurdin Halid, dia mintanya dalam bentuk cash," jawabnya kala itu.
Sementara jatah untuk MS Hidayat atas perintah Paskah Suzetta. "Ya, itu untuk pimpinan fraksi (jatah MS Hidayat)," tambah Hamka.
Uang yang dibagikan Hamka kepada tiga pihak tersebut, berasal dari bagian milik Hamka sebesar Rp 2,25 miliar, yakni sebanyak 45 lembar cek perjalanan (satu cek bernilai Rp 50 juta). Hamka menerima duit panas tersebut dari mantan staf Nunun Nurbaeti, Arie Malangjudo. Terkait keterangan Hamka tersebut, Nurdin pernah menyatakan bantahannya. "Tidak, itu tidak pernah, bantahnya saat itu.
Selain Hamka, Pengadilan Tipikor telah memvonis tiga terpidana lainnya, yakni Dudhie Makmun Murod, Endin Soefihara dan Udju Djuhaeri. Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK telah menetapkan 26 tersangka baru para mantan anggota komisi IX DPR RI periode 1999-2004, yang juga menerima aliran dana cek perjalanan. KPK juga telah melakukan penahanan atas 24 tersangka.
Dua tersangka yang tersisa, Jeffrey Tongas Lumbanbatu telah meninggal dunia, sementara Anthony Zeidra Abidin telah menjadi terpidana kasus korupsi dan mendekam di Lapas Cipinang.
Terlepas dari dugaan keterlibatan pada kasus cek perjalanan, Nurdin juga diincar dalam dugaan suap yang melibatkan General Manager Persisam Samarinda Aidil Fitri. Seperti yang diketahui, Pengadilan Negeri Samarinda telah memvonis Aidil dengan hukuman satu tahun penjara.
Dia dinyatakan berslan lantaran telah menyalahgunakan penggunaan dana klub yang berasal dari APBD. Dalam persidangan tersebut, PN Samarinda juga menyatakan Nurdin Halid dan Ketua Badan Liga Sepakbola Indonesia Andi Darussalam Tabusalla menerima uang dari hasil korupsi APBD Kota Samarinda yang dilakukan Aidil.
"Kalau perkaranya memang dilempar ke sini (Kejaksaan Agung) kami akan siap menangani," kata Amari. Namun hingga saat ini, pihak kejagung mengaku belum menerima permintaan penganangan kasus Nurdin oleh Kejaksaan Negeri Samarinda. (ken/kuh)
Hal itu terungkap dalam persidangan terpidana kasus yang sama, Hamka Yandhu pada 27 April 2010 silam. Namun, Nurdin tidak masuk dalam daftar 25 tersangka baru yang telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terkait hal tersebut, lembaga antikorupsi tersebut akan menelusuri keterlibatan politikus Golkar tersebut. "Kita akan tindak lanjuti. Kalau memang terbukti ada keterlibatan, kita akan telusuri. Tapi sampai hari ini, kita belum dapat informasi yang lengkap tentang itu (Nurdin menerima Rp 500 juta)," papar Juru Bicara KPK Johan Budi SP, ketika dihubungi koran ini, kemarin (13/2).
Selain disebut dalam persidangan, Nurdin ternyata juga pernah menjalani pemeriksaan di KPK pada 12 Oktober 2009, sebelum kasus Hamka Yandhu disidangkan. Kala itu, Nurdin dimintai keterangan sebagai saksi untuk Hamka Yandhu. Adanya pemeriksaan tersebut, semakin menguatkan indikasi keterlibatan Nurdin, meski dirinya membantah telah menerima aliran dana dari Hamka.
Terkait pemeriksaan tersebut, KPK akan kembali membuka berkas pemeriksaan Nurdin pada 2009 lalu. "Kita akan cek lagi (berkas pemeriksaan), termasuk kita juga cek lagi sejauh mana informasi yang disampaikan Hamka di pengadilan Tipikor soal Nurdin," tambah Johan.
Di bagian lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti dugaan keterlibatan Nurdin, terkait pengakuan Hamka Yandhu. "Dalam persidangan kasus cek perjalanan di Pengadilan Tipikor, terdakwa Hamka Yandhu sempat mengatakan pernah menyetor uang cash Rp 500 juta ke Nurdin Halid. Tapi sekarang hilang begitu, saja. Nurdin juga tidak masuk dalam list para tersangka baru kasus tersebut. Pengakuan Hamka Yandhu harus ditindaklanjuti," papar Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, ketika dihubungi Jawa Pos.
Dia menambahkan, Nurdin juga pernah diperiksa KPK terkait kasus cek perjalanan tersebut. Karena itu, Emerson menyatakan KPK harus segera mengusut keterlibatan mantan anggota dewan tersebut. "Nurdin pernah diperiksa oleh KPK. Tapi yang mengherankan, kenapa sekarang hilang begitu juga,"imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, pada persidangan kasus cek perjalanan tersebut pada 27 April 2010 lalu, terdakwa Hamka Yandhu menyebutkan adanya aliran dana terhadap tiga pihak, yakni Mantan Menperin MS Hidayat, Nurdin Halid dan Abdullah Zaini.
Menurut keterangan Hamka, ketiga pihak tersebut meminta jatah mereka dibayar dengan uang tunai, bukan dalam bentuk cek perjalanan seperti yang diberikan Hamka kepada 11 anggota komisi IX fraksi Partai Golkar lainnya. Sebelumnya, ketiga nama tersebut tidak disebut dalam dakwaan Hamka.
Hal itu terungkap ketika Jaksa Penunut Umum (JPU) Siswanto menanyakan kepada Hamka, apakah dirinya memberikan jatah cek perjalanan sebanyak masing-masing sepuluh lembar kepada Abdullah Zaini dan Nurdin Halid. Hamka pun menjawab, "Ya, itu jatah yang ditukar dengan cash. Dia mintanya cash, jadi saya tukarkan dulu. Begitu juga dengan Nurdin Halid, dia mintanya dalam bentuk cash," jawabnya kala itu.
Sementara jatah untuk MS Hidayat atas perintah Paskah Suzetta. "Ya, itu untuk pimpinan fraksi (jatah MS Hidayat)," tambah Hamka.
Uang yang dibagikan Hamka kepada tiga pihak tersebut, berasal dari bagian milik Hamka sebesar Rp 2,25 miliar, yakni sebanyak 45 lembar cek perjalanan (satu cek bernilai Rp 50 juta). Hamka menerima duit panas tersebut dari mantan staf Nunun Nurbaeti, Arie Malangjudo. Terkait keterangan Hamka tersebut, Nurdin pernah menyatakan bantahannya. "Tidak, itu tidak pernah, bantahnya saat itu.
Selain Hamka, Pengadilan Tipikor telah memvonis tiga terpidana lainnya, yakni Dudhie Makmun Murod, Endin Soefihara dan Udju Djuhaeri. Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK telah menetapkan 26 tersangka baru para mantan anggota komisi IX DPR RI periode 1999-2004, yang juga menerima aliran dana cek perjalanan. KPK juga telah melakukan penahanan atas 24 tersangka.
Dua tersangka yang tersisa, Jeffrey Tongas Lumbanbatu telah meninggal dunia, sementara Anthony Zeidra Abidin telah menjadi terpidana kasus korupsi dan mendekam di Lapas Cipinang.
Terlepas dari dugaan keterlibatan pada kasus cek perjalanan, Nurdin juga diincar dalam dugaan suap yang melibatkan General Manager Persisam Samarinda Aidil Fitri. Seperti yang diketahui, Pengadilan Negeri Samarinda telah memvonis Aidil dengan hukuman satu tahun penjara.
Dia dinyatakan berslan lantaran telah menyalahgunakan penggunaan dana klub yang berasal dari APBD. Dalam persidangan tersebut, PN Samarinda juga menyatakan Nurdin Halid dan Ketua Badan Liga Sepakbola Indonesia Andi Darussalam Tabusalla menerima uang dari hasil korupsi APBD Kota Samarinda yang dilakukan Aidil.
"Kalau perkaranya memang dilempar ke sini (Kejaksaan Agung) kami akan siap menangani," kata Amari. Namun hingga saat ini, pihak kejagung mengaku belum menerima permintaan penganangan kasus Nurdin oleh Kejaksaan Negeri Samarinda. (ken/kuh)