- Ketua umum PSSI versi KLB Ancol, Maret 2012, La Nyalla
Mattalitti, mempertanyakan keputusan kubu Djohar Arifin Husin yang
mengirimkan Timnas ke turnamen An-Nakba di Palestina.
Kubu
Djohar, ketua umum PSSI versi KLB Solo, Juli 2011, mengakui bahwa
turnamen yang diselenggarakan di luar agenda FIFA dan AFC itu bersifat
politis. Sebagai perwujudan dukungan atas perjuangan Palestina untuk
merdeka.
“Dengan keikutsertaan Timnas ke Palestina dengan
pertimbangan karena solidaritas perjuangan rakyat Palestina menunjukan
kekacauan PSSI Djohar agar dapat diakui secara Internasional, tanpa
melihat bahwa turnamen tersebut tidak masuk agenda FIFA maupun AFC,”
ungkap La Nyalla lewat pesan singkatnya.
“Walaupun secara politis
dapat dianggap ada dukungan dari pemerintah, namun dari sisi
profesionalisme sudah melanggar aturan yang ada,” sambung mantan ketua
Pengurus PSSI tingkat Provinsi Jawa Timur itu.
La Nyalla menilai,
Djohar saat ini berburu pengakuan karena para anggotanya sudah mencabut
mandat dan mengalihkan dukungan kepada kubu PSSI versi KLB Ancol. Ini
terjadi setelah Djohar membekukan kompetisi Liga Super Indonesia (ISL)
dan membentuk kompetisi baru Liga Primer Indonesia (IPL).
La
Nyalla menilai, Djohar sengaja mengatakan bahwa FIFA dan AFC hanya
mengakui adanya konflik dualisme kompetisi dan bukan organisasi untuk
mengamankan posisinya yang sekarang makin tersudut.
La Nyalla
kemudian menjelaskan bahwa keputusan Task Force AFC mengundang kubu
Djohar dan kubunya bulan April lalu menunjukkan bahwa lembaga sepak bola
tertinggi Asia itu mengakui adanya permasalahan yang lebih serius
daripada sekedar dualisme kompetisi.
“Apalagi dengan adanya kasus
dualisme kepemimpinan PSSI yang dianggap sepihak PSSI Djohar sebagai
dualisme liga, mencerminkan ketidaktahuan dari sisi organisasi, kalau
dualisme liga pasti yang dipanggil hanya PSSI Djohar. Itulah kelemahan
mereka dalam memahami apa yg sebenarnya terjadi dalam tubuh PSSI,”
tandasnya. [yob]