Share |

PSSI Lunglai, Panigoro Tidak Siap Uang Tunai


ekurang-kurangnya ada tiga faktor yang membuat PSSI pada saat ini terkesan keteteran menghadapi “kebandelan” klub-klub yang ternyata lebih melirik Indonesia Super League (ISL) tinimbang ikut kompetisi “resmi” PSSI yang sekarang diberi nama Indonesia Premiere League. Pertama adalah duit, kedua adalah duit, dan ketiga adalah duit.

Bukan bermaksud bercanda, jika ternyata hanya persoalan uang terutama uang tunai yang menarik hati klub-klub professional yang harus cepat-cepat bertanding jika tidak ingin kekeringan likuiditas di saat-saat semestinya liga sudah masuk sepertiga musim kompetisi.

Bukankah PSSI di dalam kepengurusan yang baru, dukungan pengusaha minyak Arifin Panigoro dan beberapa rekan-rekan yang juga pengusaha yang tentunya mempunyai uang tunai tidak sedikit, sepertinya akan mematuhi janji mereka untuk menyelenggarakan sepakbola non APBD seperti yang mereka dengung-dengunkan saat “bergerilya” menggusur kepemimpinan Nurdin Halid yang memang korup.

Rupanya retorika tidak bisa menggantikan kebutuhan uang tunai yang memang harus tunai. Ada tiga faktor besar yang membuat raja minyak Arifin Panigoro sekarang kesulitan menunaikannya. Pertama, biaya untuk menarik saham Medco, dari Energi Mega Persada yang bertanggung jawab terhadap sumur Banjar Panji yang menyemburkan lumpur Lapindo memang tidak sedikit. Kurang lebih 50% laba Medco yang semestinya bisa menjadi sandaran bagi manuver grup Jenggala harus melayang untuk membayar segala konsekuensi kerugian dan tombokan jual murah saham.

Yang kedua adalah kegagalan pembelian saham Medco oleh Pertamina satu tahun ke belakang membuat Arifin Panigoro kehilangan likuiditas yang mampu menalangi operasional Medco terutama di luar negeri yang memang gila-gilaan menggerus kas Medco. Ketiga adalah nilai saham Medco dalam bursa dalam negeri yang terus turun karena lemahnya saham-saham minyak di dunia. Isu-isu energi terbarukan menjadi pilihan banyak investor untuk menanamkan uang tunainya. Akibatnya saham Medco mengalami penurunan yang paling banyak pada tahun berjalan 2011 ini. Strategi mengganti ketergantungan pada minyak bumi memang sudah lama dicanangkan manajemen Medco tetapi semuanya itu membutuhkan banyak uang tunai dan tidak kunjung menghasilkan uang tunai.

Walaupun demikian bukan Arifin Panigoro jika tidak berani untuk menantang resiko. Melalui kampanye PSSI lawan Nurdin, Arifin Panigoro sebenarnya berkeinginan untuk menggaet pemodal-pemodal lokal lain untuk “urunan” berinvestasi pada pasar sepakbola yang buat Arifin Panigoro mungkin bisa cepat menghasilkan dana tunai dalam waktu dekat.Nyatanya pengusaha kaya tujuh turunan seperti keluarga DL Sitorus dengan yuniornya Sihar Sitorus yang terobsesi dengan kebesaran PSMS Medan, lambat tapi pasti uang tunai mereka lebih banya mengalir pada pengacara-pengacara pembela mereka di begitu banyak persidangan langganan mereka mulai dari kasus rebutan tanah hingga rebutan partai gurem. Pengusaha koran Suara Merdeka yang juga ingin ikut eksis dengan PSIS kebanggaan semarang, biar cepat naik kelas, ternyata tidak cukup berani untuk membiayai atlet-atlet professional yang jelas-jelas harganya sudah mahal lagi tidak pasti kapan kembalinya uang yang sudah di tunaikan.

Hasilnya klub-klub yang butuh masukan dana jelas-jelas memilih ISL karena uangnya memang ada. Panigoro CS memang kaya tetapi mereka berada pada garis bisnis yang pada saat kontemporer ini penyelesaian konflik terdekatnya adalah perang yang berdarah-darah seperti di Libya. Jika Medco punya sumur yang produktif di Libya dan belum diolah kembali sudah pasti juragan LPI yang ada sekarang ini mungkin lebih stress memikirkan asset perusahaannya yang akan mengkerut hingga di bawah 5% jika tidak ada projek dalam waktu dekat yang akan membayar overhead cost mereka. Jangan heran jika dalam tahun ke depan aksi korporasi Medco akan dominan mencari uang tunai untuk segala macam keperluan mereka. [Djioarenaku]

Share on Google Plus

About 12paz