
Laga pembuka IPL akhirnya digelar tanggal 15 Oktober lalu, mempertemukan Persib Bandung melawan Semen Padang di Stadion Si Jalak Harupat. Namun kelanjutannya masih menjadi misteri setelah setidaknya 13 klub menolak berpartisipasi.
PSSI akhirnya menetapkan tanggal 26 Oktober sebagai batas akhir klub-klub yang menolak tersebut untuk memberi keputusan, mantan CEO klub Liga Primer Indonesia (LPI) Aceh United itu menilai positif langkah ini dan yakin klub-klub yang tadinya menolak pada akhirnya bersedia bergabung.
Dalam blog pribadinya, Ari, yang juga merupakan jurubicara informal kelompok klub yang mendukung IPL, menulis, “Sejak awal breakaway league hanyalah gertak sambal belaka, sangat yakin bahwa klub-klub yang sempat bermanuver dengan ancaman mau membuat breakaway league akan mengambil sikap dengan mengisi form bersedia ikut kompetisi.”
Sedikitnya 13 klub yang menolak tersebut menyatakan bahwa IPL yang dikelola PT. Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) menyalahi aturan karena saat kongres di Bali, Januari lalu, sudah ditetapkan bahwa pengelola liga adalah PT. Liga Indonesia.
Keberatan lain dari klub-klub tersebut adalah jumlah peserta yang membengkak, yang berpengaruh pada membengkaknya beban finansial klub dan beban fisik pemain, apalagi jadwal yang disusun terkesan sembrono, dimana ada satu klub yang harus melakukan dua laga di pulau yang berbeda dalam kurun waktu tiga hari.
Selain itu, klub juga tidak rela karena enam klub, yang membuat jumlah peserta membengkak menjadi 24 klub, ditunjuk secara semena-mena oleh PSSI tanpa ada pertimbangan prestasi.
Persibo Bojonegoro dan Persema Malang, serta PSM Makassar adalah tiga klub yang tahun lalu meninggalkan kompetisi PSSI dan menyeberang ke kompetisi ilegal Liga Primer Indonesia. Ketiganya mendapat tiket gratis ke kompetisi level teratas karena ‘perjuangannya’.
PSMS Medan dan Persebaya Surabaya, yang memiliki basis suporter kuat, dicantumkan dengan alasan ‘permintaan sponsor’. Sementara Bontang FC, yang terdegradasi karena tak mampu bersaing, disertakan karena ketua umum beralasan, “musim lalu mereka didzolimi pengurus lama.”