Gelar juara yang diraih Arema mulai dipertanyakan. Ada opini bahwa gelar tersebut diraih tidak dengan fair. Gelar didapatkan karena Arema dinilai mendapat banyak bantuan dari wasit dan petinggi PSSI. Tulisan yang mendukung penilaian tersebut datang dari Majalah Tempo edisi terbaru.
Menyikapi penilaian Tempo, seorang Aremania melakukan bantahan. Melalui surat terbuka yang ditulisnya, Aremania membeberkan beberapa fakta yang dianggap lebih obyektif. Misalnya pertandingan antara Persiwa melawan Arema yang berakhir dengan skor 0-2. Pertandingan tersebut dinilai bersih dari aspek-aspek bantuan wasit ataupun suap.
Aremania juga menyoroti pemberitaan Tempo tentang kejanggalan penalti ketika Arema mengalahkan Persebaya. Dipaparkannya, Arema memang berhak mendapat penalti tersebut. Alasannya, M Ridhuan memang bergesekan dengan pemain Persebaya.
Keberadaan kontributor Tempo (Abdi Purnomo) juga turut dikomentari Aremania. Kredibilitas Abdi dinilai perlu dipertanyakan karena dinilai menyajikan informasi yang tidak akurat dan cenderung menggiring opini pembaca ke arah yang negatif.
"Bapak Pemimpin Redaksi yang terhormat, Arema tidaklah suci dan sempurna. Namun kami juga tidak seburuk dan sekotor yang digambarkan dalam tulisan Anda," tulis Aremania. [but]
Berikut Surat Terbuka Aremania:
Kepada: Yth. Pemimpin Redaksi Majalah Tempo
Saya sebagai Aremania dan pendukung kemajuan sepak bola nasional merasa senang dengan pemberitaan Tempo edisi 24-30 Januari 2011 yang mengulas tentang persepakbolaan kita. Namun ada beberapa hal yang mesti diluruskan dalam pemberitaan tersebut karena kurang/tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, antara lain:
1. Kedekatan Arema dan Nirwan Bakrie, hal ini memang benar adanya namun tidak seperti yang dicitrakan dalam tulisan tersebut. Nirwan memang dekat dengan semua klub Galatama waktu itu termasuk membantu secara finansial (diantaranya adalah Arema), dan Arema tidak mendapatkan keistimewaan dalam hal yang menyangkut pertandingan.
2. Pertandingan Arema vs Persebaya di Malang. Tidak ada bonek di dalam stadion seperti yang diberitakan. Proses terjadinya gol memang lewat penalti yang di dapatkan karena M. Ridhuan terjatuh dalam kotak 16 meski hanya sedikit bergesekan dengan bek Persebaya. Namun saat itu posisi wasit di belakang kedua pemain dan secara sekilas terlihat seperti pelanggaran. Komentator di TV juga berpendapat sama dengan wasit sampai saat kemudian ada replay kejadian tersebut (hasil replay tidak/belum bisa dijadikan justifikasi pengambilan keputusan dalam sepak bola).
3. Arema vs Persiwa di Wamena. Tudingan bahwa Arema melakukan suap juga dilontarkan oleh pelatih Persija (waktu itu) Benny Dollo, dan dijawab Aremania dengan mengadakan nonton bareng rekaman pertandingan di Wamena yang difasilitasi oleh sebuah koran lokal di Malang. Disitu terbukti bahwa Arema menang dengan bersih. Mengenai Manajemen Arema meminta bahwa pertandingan tersebut dikawal agar berjalan dengan fair, saya rasa hal itu wajar mengingat berulangkalinya kejadian "aneh bin ajaib" setiap Persiwa bermain di kandang.
4. Arema vs Persija. Seluruh dunia juga tahu bila skor akhir adalah 5-1 untuk kemenangan Arema, bukan 2-1 seperti yang dituliskan, dan Benny Dollo menolak melakukan press conference karena terlanjur malu.
5. Apabila ada beberapa nama yang dulu turut membidani lahirnya Arema, itu adalah hak dan rezeki dia. Arema tidak mendapatkan fasilitas khusus, bahkan terlalu sering di-dzolimi oleh PSSI. Aremania jugalah yang berada di garda depan dan meneriakkan Revolusi PSSI.
6. Kontributor majalah Tempo di Malang (Abdi Purnomo) sepertinya perlu dipertanyakan kredibilitasnya karena banyaknya informasi yang tidak akurat dan menggiring opini negatif para pembaca.
7. Bapak Pemimpin Redaksi yang terhormat, Arema tidaklah suci dan sempurna. Namun kami juga tidak seburuk dan sekotor yang digambarkan dalam tulisan anda.
Saya menulis surat keberatan ini dengan tujuan agar pembaca dapat memperoleh informasi yang utuh, akurat, dan tidak sepotong-potong sehingga menjadi multitafsir. Semoga majalah Tempo dapat terus berkarya.
Salam Satu Jiwa
Teguh R. Handoyo